JAKARTA, Redaksipotret.co – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) memberikan sanksi Peringatan Keras kepada Ketua beserta anggota Komisi PemiLihan Umum (KPU) Provinsi Papua karena terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) pada perkara nomor 299-PKE-DKPP/XI/2024.
Sanksi Peringatan Keras tersebut dibacakan dalam sidang pembacaan putusan di Ruang Sidang DKPP RI Jakarta pada Jumat (24/1/2025). Lima TERADU juga diminta merehabilitasi nama baik TERADU VI selaku admin SILON KPU Provinsi Papua, Ilham M. Amar. DKPP RI juga meminta Bawaslu untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut.
Sebelumnya, DKPP melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) pada perkara nomor 299-PKE-DKPP/XI/2024. Sidang ini berlangsung di Ruang Sidang Utama DKPP, Jakarta, pada Kamis (16/1/2025).
Dalam perkara ini, Ade Yamin yang memberikan kuasa kepada Arsi Divinubun dan Iwan Kurniawan Niode mengadukan Ketua dan Anggota KPU Provinsi Papua: Steve Dumbon, Amijaya Halim, Abdul Hadi, Diana Dorthea Simbiak, dan Yohanes Fajar Irianto Kambon sebagai Teradu I sampai V. Selain itu, Pengadu juga mengadukan Ilham M Amar, selaku Admin SILON KPU Provinsi Papua, sebagai Teradu VI.
Ade Yamin mendalilkan bahwa Teradu I sampai VI diduga terlibat dalam menetapkan pasangan calon Benhur Tomi Mano dan Yermias Bisai sebagai peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tahun 2024.
Menurut Ade Yamin, dokumen persyaratan administrasi calon berupa: Surat Keterangan Tidak Terpidana dan Surat Keterangan Tidak dicabut Hak Pilihnya dari PN Jayapura yang digunakan oleh calon wakil Gubernur Papua atas nama Yermias Bisai diduga tidak sah atau palsu.
“Dokumen yang digunakan, seperti surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya dan surat keterangan tidak pernah terpidana dari pengadilan negeri, seharusnya tidak dapat digunakan karena tidak sesuai dengan tempat tinggal calon,” ujar Ade Yamin.
Selain itu, Yamin juga menyampaikan bahwa dokumen yang digunakan oleh Yermias Bisai diduga kuat milik Samuel Fritsko Jenggu. Ia menjelaskan adanya ketidaksesuaian alamat pada dokumen yang digunakan oleh Yermias Bisai dalam pendaftaran calon gubernur, dengan adanya inkonsistensi pada surat keterangan domisili.
Ade Yamin menegaskan bahwa surat-surat yang digunakan oleh Yermias Bisai untuk pendaftaran, yang seolah-olah diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Jayapura, ternyata menggunakan alamat yang tidak sesuai dan dikeluarkan setelah surat-surat tersebut.
“bahwa pada 19 September 2024, Pengadilan Negeri Jayapura mengklarifikasi bahwa surat keterangan tersebut tidak pernah dikeluarkan oleh mereka dan sebenarnya milik Samuel Fritsko Jenggu,” jelas Yamin.
Ia juga menambahkan bahwa meskipun terdapat klarifikasi dari Pengadilan Negeri Jayapura, pada 15 September 2024, KPU Provinsi Papua tetap menetapkan Yermias Bisai sebagai memenuhi syarat administrasi.
Editor : Syahriah Amir