JAYAPURA, Redaksipotret.co – Otoritas Jasa Keuangan atau OJK merupakan lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Di 2025 ini, lembaga independen ini telah berusia 14 tahun. Berbagai kebijakan telah diterbitkan mulai dari perlindungan konsumen, hingga membuat program strategis dalam menjaga stabilitas sektor jasa keuangan atau SJK di Indonesia.
Untuk mengukur tingkat pemahaman dan akses masyarakat di sektor jasa keuangan, OJK melaksanakan Survey Nasional Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) sejak tahun 2016. Survey kemudian dilaksanakan tiga tahun sekali.
Pada 2019, hasil SNLIK menunjukkan tingkat literasi 38,03 persen, sementara inklusi berada di angka 76,19 persen di 34 provinsi yang mencakup 76 kota dan kabupaten se Indonesia dengan jumlah responden sebanyak 14.634 orang yang berusia antara 15 sampai 79 tahun.
Tiga tahun kemudian, yakni pada 2022, OJK merilis hasil SNLIK. Seperti tahun 2016 dan 2019, survey 2022 masih menggunakan metode, parameter dan indikator yang sama, yaitu indeks literasi keuangan yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap dan perilaku. Sementara indeks inklusi keuangan menggunakan paramater penggunaan.
Berdasarkan hasil SNLIK tahun 2022, terjadi peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan dibandingkan tiga tahun sebelumnya. Indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia pada 2022 sebesar 49,68 persen, sementara inklusi keuangan sebesar 85,10 persen. Dibandingkan SNLIK 2019, meningkat 76,19 persen di 2022.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan akses masyarakat di sektor jasa keuangan, OJK kemudian menerbitkan peraturan terbaru, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan Bagi Konsumen dan Masyarakat.
Peraturan ini sejalan dengan upaya OJK dalam melindungi masyarakat dari berbagai kejahatan finansial yang saat ini tengah marak terjadi, selain meningkatkan pemahaman dan akses masyarakat tentang sektor jasa keuangan.
Pasca penerbitan, OJK berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam rangka mengimplementasikan kebijakan tersebut secara masif. Mulai dari lembaga jasa keuangan seperti perbankan hingga sektor jasa keuangan non bank dan pemerintah serta lembaga pendidikan dari tingkat usia dini hingga perguruan tinggi.
OJK juga melaksanakan Bulan Inklusi Keuangan atau BIK sebagai tindaklanjut dari kebijakan terbaru tersebut.
Pada Mei 2025, OJK bersama Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil SNLIK 2025. SNLIK 2025 menunjukkan kenaikan indeks literasi keuangan 66,46 persen dan indeks inklusi keuangan 80,51 persen.
Penghitungan SNLIK 2025 menggunakan dua metode. Pertama, Metode keberlanjutan, yaitu metode perhitungan yang dilakukan mencakup sembilan SJK seperti perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga pembiayaan, dana pensiun, pegadaian, lembaga keuangan mikro, financial technology atau fintech lendir atau pindar.
Kemudian, PT Permodalan Nasional Madani dan Penyelenggara Sistem Pembayaran (PSP) sebagaimana cakupan pada SNLIK tahun 2024 sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan program literasi dan inklusi keuangan OJK.
Sementara, metode kedua disebut sebagai cakupan Dewan Nasional Keuangan Inklusi atau DNKI. Metode ini berupa penghitungan yang memperluas cakupan sektor keuangan dengan penambahan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan serta lembaga jasa keuangan lainnya seperti Koperasi Simpan Pinjam atau KSP, Penyelenggara Perdagangan Aset Kripto, PT Pos Indonesia atau lembaga penjaminan lainnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengatakan, SNLIK dilaksanakan untuk mengukur indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia sebagai landasan program peningkatan literasi dan inklusi keuangan ke depan.
Dia bilang, fokus pada peningkatan literasi dan inklusi keuangan tertuang telah tertuang dalam Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (2023-2027), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029, serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045.

Dukungan Sektor Jasa Keuangan
Berbagai sektor jasa keuangan terlibat dalam rangka meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Seperti perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Salah satu lembaga jasa keuangan yang berperan aktif mendukung program tersebut adalah Bursa Efek Indonesia (BEI). Lembaga jasa keuangan non bank ini secara masif melaksanakan edukasi dan literasi, tujuannya selain memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait investasi resmi, juga bertujuan melindungi masyarakat dari penawaran investasi ilegal. Kegiatan tersebut tak hanya dilakukan di tingkat pusat, tetapi juga dilaksanakan hingga ke daerah.
Belum lama ini, BEI menyelenggarakan Capital Market Summit and Expo (CMSE) 2025 di Jakarta. BEI juga bekerjasama dengan institusi pendidikan untuk mendirikan Galeri Investasi (GI) serta gathering Galeri Investasi dan kegiatan lainnya.
Kepala Perwakilan BEI Papua, Kresna Aditya Payokwa mengatakan, per 29 Oktober 2025, secara nasional jumlah investor di Pasar Modal Indonesia (PMI) mencapai 19.169.784. Sementara jumlah Galeri Investasi (GI) sebanyak 974.
“Sementara, di Papua, jumlah investor per September 2025 sebanyak 122.414,” ungkap Kresna, Jumat (31/10/2025).
Penulis : Syahriah I Jurnalis
























































